Kaidah Fikih dalam Aplikasi Mudharabah pada Lembaga Keuangan Syariah

 


الأصل في المعاملات الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها

Artinya: "Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya."

Kaidah diatas menjelaskan bahwa setiap muslim diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi. selama tidak merupakan bentuk aktivitas yang dilarang atau tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang. Termasuk salah satunya bertransaksi menggunakan akad Mudharabah dalam bekerjasama. 


المشقة تجلب التيسير

Artinya: Kesulitan mendatangkan kemudahan.

Kaidah ini menjelaskan bahwa kesulitan, kesempitan, atau kesukaran dapat menjadi sebab datangnya kemudahan, keleluasaan, dan keringanan. 

Contoh penerapan dalam dalam akad atau transaksi mudharabah, pekerja/pelaku usaha (mudharib) (atau nasabah dalam konteks bank yang diberikan modal dengan akad mudharabah) diberikan kemudahan untuk mempergunakan modal itu guna memenuhi kebutuhan dirinya sendiri jika memang dia dalam kondisi kesulitan karna bepergian dan kehabisan bekal sementara yang ada hanyalah uang modal mudharabah saja. Dalam kondisi seperti ini. dia (mudharib) diperbolehkan menggunakan modal tersebut, meskipun pada dasarnya uang modal tidak boleh dibelanjakan kecuali untuk kepentingan usaha bersama, bukan untuk kepentingan pribadi pelaku usaha atau pekerja (mudharib).


الضرر يدفع بقدر الإمكان

Artinya: Darurat harus ditolak semampu mungkin. 

Kaidah ini menjelaskan bahwa segala macam bahaya harus dihilangkan secara keseluruhan jika memungkinkan. Tetapi jika tidak bisa, maka hendaknya ditolak semampunya sesuai kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu sebisa mungkin berbagai macam usaha dilakukan untuk menolak bahaya. 

Contoh penerapannya dalam akad Mudharabah adalah pada syarat harus tersedianya jaminan dalam pelaksanaan akad mudharabah untuk menghindari risiko.


إن ما ثبت بيقين لا يرتفع إلا بيقين

Artinya: Sesungguhnya sesuatu yang berdasarkan keyakinan, tidak dapat dihilangkan kecuali dengan yang yakin pula.

Kaidah ini memiliki makna yaitu sesuatu yang diyakini tidak bisa dihilangkan dengan keraguan, maka dia itu bisa hilang hanya dengan keyakinan juga.

Contoh dari kaidah ini dalam bidang muamalat misalnya, apabila seorang hakim menghadapi perkara yang terjadi karena suatu perselisihan antara seorang debitur dan kreditur, di mana debitur mengatakan bahwa ia telah melunasi hutangnya kepada kreditur, namun kreditur menolak perkataan si debitur tersebut, yang dikuatkan dengan sumpah. Maka berdasarkan kaidah ini, seorang hakim harus menetapkan bahwa hutang tersebut masih ada (belum lunas). Sebab yang demikian inilah yang telah diyakini adanya. Keputusan ini dapat berubah manakala ada bukti-bukti lain yang meyakinkan yang mengatakan bahwa hutang tersebut telah lunas.


لا يجوز لأحد أن يتصرف في ملك الغير بلا إذنه

Artinya: Tidak boleh bagi seorang pun merubah milik orang lain tanpa izin pemiliknya.

Kaidah ini menjelaskan bahwa harta milik orang lain itu tidak dapat diganti, kecuali ada izin dari pemiliknya. Tetapi apabila mendapat izin dari pemiliknya, maka harta milik orang itu akan dapat berubah kepemilikan.

Dalam akad mudharabah (usaha bagi hasil), jika pengelola telah diberi syarat oleh pemodal untuk menjalankan usaha di tempat tertentu, atau menjual barang tertentu, atau ditentukan waktu tertentu, lalu syarat ini dilanggar, maka itu berarti telah memanfaatkan sesuatu tanpa izin atau dalam bank syariah biasa disebut dengan side streaming.


العادة محكمة

Artinya: Adat/tradisi bisa dijadikan dasar dalam penetapan hukum

Kaidah ini menerangkan bahwa adat/tradisi yang diamalkan oleh manusia boleh dan bisa saja berubah dari masa ke masa dan dari generasi ke generasi, malah dari satu tempat kesatu tempat yang lain.

Contoh tradisi yang tetap terjaga adalah kegiatan mudharabah (bagi hasil) dalam perdagangan yang sudah berkembang pada masyarakat sebelum Islam. Begitu juga tentang takaran gandum yang kemudian menjadi patokan dalam jual beli dan zakat fitrah yang diserap ke dalam hukum Islam.


الأمر إذا ضاق اتسع وإذا اتسع الأمر ضاق

Artinya: Segala sesuatu jika keadaan sempit (darurat), bisa menjadi luas. Namun jika sudah luas (normal kembali) maka menjadi sempit.

Kaidah ini memiliki sisi-sisi yang mencerminkan salah satu ciri-ciri syariat Islam yang selalu memperhatikan situasi dan kondisi para penganut yang menjalankan ajarannya.

Contoh penerapannya adalah menangguhkan orang yang tidak bisa membayar hutang sampai dia mampu membayar atau diperbolehkan menjual barang yang dijadikan gadai jika ada (ini contoh dari kalimat "jika perkara itu telah sempit maka ia akan menjadi luas"). Sebaliknya, ada keharusan untuk segera membayar hutang yang telah jatuh tempo bagi orang yang memiliki uang untuk membayarnya (ini contoh dari kalimat "ketika luas maka menjadi sempit"). Atau contoh lainnya ketika terjadi covid 19 OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Pojk Stimulus Dampak Covid-19), dalam peraturan tersebut salah satunya menjelaskan bolehnya melakukan restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah pembiayaan yang terdampak covid sampai dengan covid 19 sudah teratasi dan perekonomian sudah stabil kembali atau sampai peraturan tersebut dicabut/dirubah kembali oleh OJK.

Berdasarkan kaidah-kaidah fikih (qawa'id fiqhiyyah) yang telah disebutkan di atas, maka praktik mudharabah yang diaplikasikan pada perbankan Syariah di Indonesia, baik sebagai tabungan mudharabah, maupun sebagai tabungan investasi mudharabah (deposito mudharabah) dan penentuan nisbah bagi hasilnya ketika akan ditanda tangani akadnya, adalah dibolehkan karena sesuai dengan prinsip syariah Islam.

Sehubungan dengan tabungan mudharabah tersebut, Dewan Syariah Nasional MUI telah menetapkan dalam fatwanya No.02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan dan dalam fatwanya No.03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito, bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi'ah. Demikian pula halnya deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.

Referensi:

  • Syarif Hidayatullah, Qawaid Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer
  • M. Pudjihardjo, Nur Faizin Muhith, Kaidah-kaidah Fikih untuk Ekonomi Islam
  • Ahmad Musaddad, Qawaid Fiqhiyyah Iqtishadiyah
  • Mif Rohim, Buku Ajar Qawa’id Fiqhiyyah
  • Fathurrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah
  • Toha Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah
  • Gambar dari pixabay.com

Posting Komentar

0 Komentar

Ads