
Pemikiran
Rasulullah SAW tentang Negara, Ekonomi, Moneter, Fiskal, Perdagangan, Pajak dan
Aspek Ekonomi Lainnya
Pendahuluan
Rasulullah Muhammad SAW bukan
hanya pembawa ajaran tauhid, tetapi juga seorang negarawan, pemimpin
masyarakat, ahli strategi militer, sekaligus pembangun sistem sosial-ekonomi
yang menjadi fondasi peradaban Islam. Madinah pada masa beliau merupakan prototipe
negara Islam yang menjalankan sistem pemerintahan, pasar, perpajakan, moneter,
fiskal, dan perdagangan berlandaskan wahyu. Pemikiran ekonomi Rasulullah
berorientasi pada keadilan distributif, kestabilan pasar, perlindungan hak
milik, dan penghapusan praktik eksploitatif seperti riba dan monopoli. Kajian
ini membahas secara komprehensif praktik ekonomi Rasulullah SAW berdasarkan
sumber primer dan sekunder akademik.
1. Konsep Negara dalam
Pemikiran Rasulullah SAW
Negara dalam Islam bertujuan
menjaga agama dan mengatur urusan dunia (ḥimāyatud
dīn wa siyāsatud dunyā) sebagaimana ditegaskan oleh al-Mawardi bahwa imamah
didirikan untuk menjaga agama dan mengatur dunia sesuai syariat. Konstitusi
tertua yang diterapkan Rasulullah adalah Piagam Madinah (Dustur al-Madinah)
yang mengatur hak dan kewajiban warga negara Muslim maupun non-Muslim, menjamin
kebebasan beragama, keamanan, dan keadilan sosial. Sistem pemerintahan Nabi
dibangun atas asas:
- Syura (musyawarah) dalam urusan duniawi (QS.
Asy-Syura: 38).
- Amanah & keadilan sebagai prinsip
kepemimpinan (QS. An-Nisa: 58).
- Supremasi hukum syariat berdasarkan wahyu.
- Kesetaraan warga negara tanpa diskriminasi
ras dan suku
Rasulullah menolak nepotisme
sebagaimana hadis larangan memberi jabatan kepada orang yang memintanya dan
tidak memiliki kapasitas, menunjukkan objektivitas jabatan dalam negara.
2. Pemikiran Rasulullah
tentang Ekonomi
Ekonomi Islam yang dibangun
Rasulullah bersifat nilai-based, bukan sekadar mekanisme pasar bebas,
tetapi diatur oleh moral dan maqashid syariah (hifzh al-mal). Prinsip dasarnya
mencakup:
- Larangan riba, gharar, maysir,
dan penipuan dalam transaksi.
- Mendorong aktivitas sektor riil: perdagangan,
pertanian, perternakan, industri rumahan.
- Distribusi kekayaan dilakukan melalui zakat, infak,
sedekah, wakaf serta jaminan sosial.
Tujuan ekonomi pada masa
Rasulullah adalah menciptakan keseimbangan distribusi kekayaan dan pemberdayaan
masyarakat miskin. Harta tidak boleh beredar pada kalangan tertentu saja
(QS. Al-Hasyr: 7). Sistem ekonomi ini memadukan kebebasan pasar dan intervensi
negara saat terjadi ketidakadilan seperti monopoli (ihtikar).
3. Sistem Moneter pada Masa
Rasulullah
Walau belum ada lembaga bank
sentral formal, Rasulullah telah menerapkan kebijakan moneter berbasis uang
bernilai intrinsik:
- Dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai mata
uang resmi.
- Standarisasi timbangan dan ukuran untuk menjaga
stabilitas harga.
- Larangan menimbun barang (ihtikar) yang
memicu inflasi harga.
- Zakat sebagai mekanisme moneter untuk
mendorong sirkulasi kekayaan.
- Larangan penimbunan harta tanpa produktivitas (iktinaz)
sebagaimana diperingatkan dalam QS. At-Taubah: 34-35.
Instrumen moneter di era Nabi
bersifat moralistik dan distribusional, tidak spekulatif. Dengan demikian,
sistem moneter Rasulullah berorientasi pada kestabilan nilai tukar dan
pemerataan ekonomi, bukan akumulasi kapital.
4. Sistem Fiskal dan Keuangan
Negara
Pengelolaan keuangan negara
(Baytul Mal) pada masa Rasulullah mencakup sumber pendapatan dan alokasi
belanja yang jelas, terstruktur, dan bertujuan sosial.
4.1 Sumber Pendapatan Negara
- Zakat (harta, pertanian, perdagangan, emas
& perak) – pendapatan utama negara.
- Kharaj – pajak tanah pertanian dari daerah
taklukan.
- Jizyah – pajak kepala bagi non-Muslim
sebagai kompensasi perlindungan keamanan.
- ‘Ushr – bea ekspor-impor untuk perdagangan
lintas batas.
- Ghanimah – rampasan perang, 1/5 untuk negara
(QS. Al-Anfal: 41).
- Fai’ – harta yang diperoleh tanpa
peperangan.
- Sedekah, hibah, wakaf, khums dan sumber
keuangan sukarela lainnya.
4.2 Alokasi Belanja Negara
Pengeluaran fiskal diarahkan
untuk kesejahteraan sosial:
- Bantuan untuk fakir miskin, janda, yatim, musafir.
- Gaji amil zakat, hakim, guru, dan perangkat negara.
- Pembangunan infrastruktur publik: pasar, sumur,
keamanan.
- Pembiayaan dakwah, pendidikan, dan pertahanan.
Model fiskal ini menunjukkan
negara hadir sebagai penjamin kesejahteraan publik.
5. Pasar dan Perdagangan
Rasulullah adalah pedagang
profesional sebelum menjadi Nabi — perjalanan dagang ke Syam membentuk
pemahaman beliau mengenai pasar. Ketika memimpin Madinah, beliau mendirikan pasar
bebas monopoli, dikenal sebagai Suq al-Madinah, untuk melawan
dominasi Yahudi yang memonopoli pasar sebelumnya.
Kebijakan ekonomi pasar
Rasulullah:
- Negara tidak menetapkan harga kecuali dalam keadaan
krisis sebagai price stabilization.
- Penunjukan al-Muhtasib sebagai pengawas
pasar menjamin kejujuran standar kualitas barang.
- Melarang penimbunan barang (ihtikar), sumpah
palsu, penipuan timbangan.
- Transaksi berbasis kerelaan (an-tarāḍin minkum) dan
transparansi informasi.
Maslahat publik menjadi orientasi
intervensi negara, sehingga pasar berjalan kompetitif, etis, dan stabil.
6. Pajak dan Regulasi Keuangan
Publik
Dalam ekonomi Rasulullah, pajak
bukan instrumen utama, melainkan pelengkap ketika kas negara
membutuhkan. Prinsipnya:
- Jizyah hanya untuk non-Muslim sebagai
kompensasi perlindungan.
- Kharaj diterapkan pada tanah pertanian
taklukan.
- Pajak tidak boleh memberatkan masyarakat dan
harus adil.
- Prioritas redistribusi lewat zakat sebagai sistem
fiskal inti.
Dengan demikian, pajak bersifat
terbatas, namun fleksibel dalam kondisi darurat keuangan negara.
7. Ajaran Ekonomi Lainnya
Selain sistem utama, terdapat
ketentuan ekonomi mikro yang menjadi fondasi stabilitas kehidupan masyarakat:
|
Bidang |
Pemikiran Rasulullah |
|
Tenaga kerja |
Upah harus jelas, adil dan
tepat waktu. |
|
Kepemilikan |
Pribadi diakui, tetapi hak
sosial tetap melekat. |
|
Investasi |
Sistem bagi hasil
(mudharabah/musyarakah) dianjurkan. |
|
Pertanian |
Optimalisasi lahan; tanah yang
tidak digarap dapat dicabut. |
|
Kesejahteraan Sosial |
Zakat & sedekah sebagai
instrumen jaring sosial. |
Kesimpulan
Pemikiran ekonomi Rasulullah SAW
merupakan sistem nilai yang menyatukan moralitas, distribusi, dan mekanisme
pasar. Negara memiliki fungsi strategis dalam menjamin keadilan sosial,
pemerataan kekayaan, dan perlindungan pasar agar bebas dari praktik eksploitatif.
Kebijakan fiskal dan moneter yang digunakan Rasulullah menunjukkan bahwa
ekonomi Islam bukan sistem kapitalistik maupun sosialis, tetapi jalan tengah
yang menempatkan wahyu sebagai fondasi. Model ekonomi Madinah adalah prototype
negara yang menjalankan regulasi pajak, pasar, dan moneter secara seimbang,
humanis, dan kemaslahatan publik.
Daftar Pustaka
Referensi Klasik
- Al-Māwardī, Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah. Beirut: Dar al-Fikr.
- Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Dar
al-Kutub al-'Ilmiyyah.
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulumuddin. Dar
al Ma'arif.
- Sahih Bukhari & Sahih Muslim (Kitab al-Buyu’,
Zakat, Jihad).
- Piagam Madinah riwayat Ibn Hisyam dalam Sirah
Nabawiyah.
Referensi Kontemporer
- Chapra, M. Umer. The Future of Economics: An
Islamic Perspective. Islamic Foundation, 2000.
- Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Role of State in
Islamic Economics. Leicester: Islamic Foundation, 1996.
- Mannan, M.A. Islamic Economics: Theory and
Practice. Cambridge University Press, 1984.
- Antonio, M. Syafi'i. Bank Syariah: Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.
- Qardhawi, Yusuf. Fiqh al-Zakah. Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1997.
- Kahf, Monzer. Public Finance in Islam.
International Islamic University Malaysia, 2002.
- Adiwarman A. Karim. Ekonomi Islam: Suatu
Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo, 2013.
- Hidayat, Anwar. Ekonomi Islam Nabi Muhammad SAW.
Jakarta: Kencana, 2018.
0 Komentar