Perselingkuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an, Hadits, Dan Pemikiran Ulama Serta Relevansinya Dengan Kajian Psikologi Dan Sosiologi Modern

 

Perselingkuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an, Hadits, Dan Pemikiran Ulama Serta Relevansinya Dengan Kajian Psikologi Dan Sosiologi Modern

Abstrak

Perselingkuhan merupakan fenomena sosial yang berdampak luas terhadap individu, keluarga, dan tatanan masyarakat. Dalam Islam, perselingkuhan dipandang sebagai bentuk pelanggaran moral, pengkhianatan amanah, dan perusakan institusi keluarga. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konsep perselingkuhan berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan pemikiran para ulama, serta mengaitkannya dengan temuan-temuan dalam kajian psikologi dan sosiologi modern. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif-teologis dan interdisipliner melalui studi kepustakaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa larangan perselingkuhan dalam Islam sejalan dengan temuan ilmiah modern yang menegaskan dampak destruktif perselingkuhan terhadap kesehatan mental, stabilitas keluarga, dan kohesi sosial. Oleh karena itu, pencegahan perselingkuhan merupakan kewajiban moral, sosial, dan spiritual.

Kata kunci: Perselingkuhan, Zina, Keluarga, Islam, Psikologi Sosial

Pendahuluan

Perselingkuhan merupakan salah satu penyebab utama konflik rumah tangga, perceraian, dan gangguan psikologis pada pasangan serta anak. Studi sosiologi keluarga menunjukkan bahwa meningkatnya perselingkuhan berkorelasi dengan melemahnya komitmen perkawinan dan krisis nilai moral dalam masyarakat modern.¹

Dalam perspektif Islam, hubungan suami-istri dibangun atas dasar mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang kokoh).² Oleh karena itu, perselingkuhan tidak hanya dipahami sebagai pelanggaran etika personal, tetapi juga sebagai perusakan sistem sosial dan pengkhianatan terhadap amanah Allah SWT. Pandangan ini memiliki irisan yang kuat dengan teori psikologi modern tentang kepercayaan (trust) dan keterikatan (attachment).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan normatif-teologis dan interdisipliner. Sumber data meliputi Al-Qur’an, Hadits, kitab fiqh dan tafsir, serta jurnal ilmiah di bidang psikologi, sosiologi, dan studi keluarga. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis.

Konsep Perselingkuhan dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an secara tegas melarang segala bentuk zina dan pendekatannya:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32).³

Larangan ini tidak hanya mencakup perbuatan fisik, tetapi juga segala bentuk perilaku yang mengarah pada pengkhianatan relasi. Dalam konteks perselingkuhan, Al-Qur’an juga mengecam tindakan khianat terhadap amanah:

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal: 58).⁴

Kajian etika modern memandang perselingkuhan sebagai bentuk relational betrayal yang merusak fondasi kepercayaan interpersonal, sejalan dengan konsep khianat dalam Al-Qur’an.⁵

Hadits Nabi dan Etika Kesetiaan

Rasulullah SAW menempatkan kesetiaan dan penjagaan kehormatan sebagai pilar keimanan. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka menikahlah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.”⁶

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam mengedepankan pencegahan (preventive ethics) terhadap perilaku yang berpotensi mengarah pada perselingkuhan. Selain itu, Nabi SAW menegaskan bahwa pengkhianatan merupakan tanda rusaknya moral dan iman.⁷

Pendekatan ini sejalan dengan psikologi modern yang menekankan pentingnya pengendalian diri (self-regulation) dalam menjaga komitmen relasional.⁸

Pandangan Ulama tentang Perselingkuhan

Imam Al-Ghazali menempatkan penjagaan kehormatan (hifz al-‘irdh) sebagai bagian dari kemaslahatan manusia. Menurutnya, kerusakan moral dalam hubungan keluarga akan berdampak pada rusaknya tatanan sosial secara luas.⁹

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa zina dan segala bentuk pengantar menuju zina merupakan perbuatan haram karena merusak keturunan dan stabilitas masyarakat.¹⁰

Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi memandang perselingkuhan sebagai bentuk krisis spiritual dan kegagalan dalam menjaga amanah pernikahan, yang berimplikasi pada meningkatnya kerusakan sosial.¹¹

Perspektif Psikologi dan Sosiologi Modern

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa perselingkuhan berkorelasi kuat dengan depresi, kecemasan, dan trauma relasional pada pasangan yang dikhianati.¹² Dalam sosiologi keluarga, perselingkuhan dipahami sebagai faktor disintegrasi keluarga yang berdampak pada kesejahteraan anak dan stabilitas sosial.¹³

Teori attachment menjelaskan bahwa perselingkuhan merusak ikatan emosional yang aman (secure attachment), yang sejalan dengan konsep Islam tentang rusaknya mitsaqan ghalizhan.¹⁴ Dengan demikian, larangan perselingkuhan dalam Islam memiliki relevansi empiris yang kuat dengan temuan ilmu sosial modern.

Perselingkuhan dalam Perspektif Maqashid Syariah

Larangan perselingkuhan berkaitan erat dengan maqashid al-syari’ah, khususnya:

  • Hifz al-Din (menjaga agama) melalui penjagaan moral,
  • Hifz al-Nasl (menjaga keturunan) melalui kejelasan nasab,
  • Hifz al-Nafs (menjaga jiwa) dengan mencegah trauma psikologis,
  • Hifz al-‘Irdh (menjaga kehormatan) sebagai fondasi sosial.

Studi modern menunjukkan bahwa runtuhnya institusi keluarga berkontribusi pada meningkatnya masalah sosial, sehingga pencegahan perselingkuhan dapat dikategorikan sebagai kewajiban kolektif (fardh kifayah).¹⁵

Kesimpulan

Artikel ini menyimpulkan bahwa perselingkuhan dalam perspektif Islam merupakan pelanggaran serius terhadap amanah, moral, dan tujuan syariat. Al-Qur’an, Hadits, dan pemikiran ulama menunjukkan keselarasan yang kuat dengan temuan psikologi dan sosiologi modern mengenai dampak destruktif perselingkuhan. Oleh karena itu, pencegahan perselingkuhan harus dipandang sebagai upaya integral dalam menjaga ketahanan keluarga dan kesehatan sosial masyarakat.

Catatan Kaki (Footnote)

1. mato, P.R., “The Consequences of Divorce,” Journal of Marriage and Family, Vol. 62, 2000.
2. Al-Qur’an, QS. An-Nisa’: 21.
3. Al-Qur’an, QS. Al-Isra’: 32.
4. Al-Qur’an, QS. Al-Anfal: 58
5. Fincham, F.D. & May, R.W., “Infidelity in Romantic Relationships,” Current Opinion in Psychology, Vol. 13, 2017.
6. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.
7. Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya’ al-Turats.
8. Baumeister, R.F. & Vohs, K.D., “Self-Regulation,” Handbook of Self-Regulation, 2007
9. Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Ma’rifah.
10. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Riyadh: Dar al-Wafa.
11. Yusuf al-Qaradawi, Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Kairo: Dar al-Syuruq.
12. Gordon, K.C. et al., “Trauma and Infidelity,” Journal of Marital and Family Therapy, Vol. 30, 2004
13. Cherlin, A.J., Public and Private Families, New York: McGraw-Hill, 2010.
14. Bowlby, J., Attachment and Loss, New York: Basic Books, 1988.
15. Wilcox, W.B., “Family Breakdown and Social Disorder,” Journal of Family Studies, Vol. 12, 2006. 

 

Daftar Pustaka

Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Ghazali. Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Al-Qaradawi, Yusuf. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam. Kairo: Dar al-Syuruq.
Amato, P.R. “The Consequences of Divorce.” Journal of Marriage and Family, 2000.
Bowlby, J. Attachment and Loss. New York: Basic Books, 1988.
Fincham, F.D. & May, R.W. “Infidelity in Romantic Relationships.” Current Opinion in Psychology, 2017.

 

Posting Komentar

0 Komentar

Ads