Sistem Ekonomi Sosialis


Sistem ekonomi sosialis berlandaskan pada asas bahwa berbagai macam sarana dan sumber produksi adalah dikuasai oleh negara, seperti industri, pertanian, kekayaan alam, dan pelayanan-pelayanan publik. Sehingga berikutnya yang terjadi adalah, tidak ada yang namanya kepemilikan individu dan kebebasan ekonomi secara mutlak bagi individu kecuali pada batasan yang diperbolehkan dan diatur oleh komunitas.

Dari aspek sosial, aliran-aliran sosialis menghendaki terciptanya persamaan di antara individu masyarakat, yakni dengan menghapuskan sekat-sekat yang membedakan dan menimbulkan kesenjangan di antara kelas-kelas masyarakat. Namun, yang dimaksudkan di sini bukanlah menciptakan persamaan secara penuh dan total dengan menghapus segala bentuk sekat yang membedakan antara kelas masyarakat satu dengan kelas masyarakat yang lain, akan tetapi yang dihapuskan adalah sekat-sekat pembeda yang bukan terkait dengan tingkat kemampuan (skill) dan kapabilitas dalam produktivitas, tingkat keilmuan atau urgensitas pekerjaan yang dilakukan demi kepentingan masyarakat.

Oleh sebab itu, sistem sosialis tetap menghargai setiap individu sesuai dengan pekerjaannya dengan tetap memperhatikan kondisi, bakat, keahlian dan skill yang dimiliki namun tetap yang paling utama dan menjadi prioritas adalah memenuhi berbagai kebutuhan dasar setiap manusia.

Sistem ekonomi sosialis berlandaskan pada asas bahwa berbagai macam sarana dan sumber produksi adalah dikuasai oleh negara, seperti industri, pertanian, kekayaan alam, dan pelayanan-pelayanan publik. Sehingga berikutnya yang terjadi adalah, tidak ada yang namanya kepemilikan individu dan kebebasan ekonomi secara mutlak bagi individu kecuali pada batasan yang diperbolehkan dan diatur oleh komunitas.

Dari aspek sosial, aliran-aliran sosialis menghendaki terciptanya persamaan di antara individu masyarakat, yakni dengan menghapuskan sekat-sekat yang membedakan dan menimbulkan kesenjangan di antara kelas-kelas masyarakat. Namun, yang dimaksudkan di sini bukanlah menciptakan persamaan secara penuh dan total dengan menghapus segala bentuk sekat yang membedakan antara kelas masyarakat satu dengan kelas masyarakat yang lain, akan tetapi yang dihapuskan adalah sekat-sekat pembeda yang bukan terkait dengan tingkat kemampuan (skill) dan kapabilitas dalam produktivitas, tingkat keilmuan atau urgensitas pekerjaan yang dilakukan demi kepentingan masyarakat.

Oleh sebab itu, sistem sosialis tetap menghargai setiap individu sesuai dengan pekerjaannya dengan tetap memperhatikan kondisi, bakat, keahlian dan skill yang dimiliki namun tetap yang paling utama dan menjadi prioritas adalah memenuhi berbagai kebutuhan dasar setiap manusia.

Sistem ini juga menuai kritik, yaitu bahwa sistem ini berbenturan dengan apa yang tertanam dalam fitrah manusia berupa keinginan dan hasrat (naluri) terhadap kepemilikan individu serta keinginan untuk bisa mendapatkan dan menguasai sendiri secara penuh dan utuh terhadap buah hasil jerih payah yang telah dikerahkannya. Sistem ini juga dikritik karena berdampak buruk pada sektor produksi publik karena tidak ada yang namanya semangat persaingan yang legal dan sportif.

Di samping itu, teori Marxisme yang menjadikan nilai suatu barang disesuaikan dengan seberapa besar tenaga dan pekerjaan yang dikeluarkan dalam proses produksinya, juga tidak luput dari kritikan. Karena, unsur pekerjaan dan tenaga bukanlah unsur atau komponen produksi satu-satunya, akan tetapi disamping itu terdapat berbagai komponen produksi lainnya seperti alam dan modal yang tidak mungkin dimasukkan ke dalam cakupan unsur pekerjaan. Begitu juga prinsip distribusi yang berbunyi, "Segala sesuatu sesuai dengan kapasitas kemampuannya dan masing-masing mendapatkan sesuai dengan pekerjaan dan fungsinya yakni menciptakan semacam kelas sosial baru, yaitu kelas penguasa dan kelas-kelas sosial lainnya, seperti kelas yang muncul di antara kelas pekerja misalnya yang disesuaikan dengan skill, keahlian, jenis pekerjaan dan tingkat kerumitannya, sehingga misalnya muncul konflik antara kelas pekerja teknisi dan kelas pekerja kasar."

Berbagai kritik tersebut akhirnya mendorong para penganut sistem sosialis di Rusia untuk berusaha mengambil sikap yang lebih proporsional dan moderat dengan mengakui kepemilikan pribadi terhadap aset-aset konsumtif seperti peralatan dan perlengkapan rumah tangga, uang, barang komoditi, pemasukan, dan simpanan-simpanan yang didapatkan dari hasil suatu pekerjaan serta menghormati hak mewarisi aset-aset tersebut. Lebih jauh dari itu, Rusia juga memperbolehkan kepemilikan pribadi terhadap aset-aset produksi melalui jalur pengadaan usaha-usaha pertanian mikro khusus bagi para petani dan usaha-usaha industri kecil bagi para pengusaha.

Begitu juga, Rusia memperbolehkan bagi individu untuk menjalankan profesi lepas seperti dokter, penulis, dan seniman. Meskipun sudah ada usaha-usaha memperbaiki sistem ini dan usaha-usaha menutupi berbagai sisi negatif, kelemahan, dan kekurangan yang ada di dalamnya, namun semua itu tetap tidak berhasil, hingga akhirnya berujung kepada keruntuhannya sebagai sebuah sistem ekonomi makro pada era Gorbachev presiden Uni Soviet pada tahun 1989 M dalam sebuah konsep yang dibuatnya yang diberi nama "Perestroika" yang artinya adalah rekonstruksi dan reformasi.

Sumber: Fikih Islam wa Adillatuhu Karya Syekh Wahbah az-Zuhaili

Posting Komentar

0 Komentar

Ads